Jumat, 14 Maret 2014

Desa Mason



Elita tinggal di Desa Mason di bagian terpencil negara Perancis. Penduduknya terdiri dari mantan buruh dan pembantu yang mendapat perlakuan tidak baik dari majikannya. Karena itu desa tersebut dinamakan desa Mason yang berarti pekerja. Desa itu terbentuk karena kebencian penduduknya terhadap orang kota yang dianggap sombong dan tidak berperasaan. Penduduk desa itu dilarang keluar dari desa, terutama ke kota. Kecuali pedagang yang biasa membeli bahan makanan di kota. Bagi yang melanggar, akan mendapatkan hukuman cambuk. Begitu pula bila ada orang kota masuk ke desa tersebut, dipastikan dia tidak akan bisa keluar dengan selamat.
Pukul 4 dini hari Elita sudah rapih dengan memakai gaun yang dibuatnya semalaman. Dia bersiap-siap untuk pergi ke kota. Dia berencana untuk diam-diam ikut dalam mobil yang biasa pergi ke kota untuk membeli bahan makanan.
Sesampainya di pasar dia melihat para pedagang pasar sedang menyiapkan mobil untuk belanja ke kota. Elita segera menuju mobil itu dan masuk ke bak mobil. Dia menutupi dirinya dengan karung besar yang biasa digunakan untuk menutupi barang.
Sesampainya di kota, Elita segera keluar dari mobil. Elita tidak punya waktu banyak untuk berkeliling karena untuk bisa pulang dia harus ikut mobil yang tadi membawanya ke kota.
Elita tiba di suatu tempat yang sangat ramai. Dia melihat banyak orang berpakaian aneh berjalan di sepanjang jalan sambil melambaikan tangan. Ada yang bermain bola, ada yang menggunakan sepeda beroda satu, dan masih banyak lagi hal yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
“Ini acara apa?” tanya Elita pada salah satu penonton.
“Apa kau tidak tahu? Ini adalah festival sirkus yang diadakan setiap tahun pada bulan januari atau februari di sini.” jawabnya dengan agak heran. Mata Elita berbinar ketika dia akhirnya ingat pernah membaca sebuah buku tentang sirkus. Dan dia juga ingat bahwa orang berpakaian aneh itu disebut badut. Elita loncat-loncat kegirangan dan berteriak antusias seperti anak kecil.
Tiba-tiba tanganya ditarik oleh seorang badut. Elita diajak untuk menari bersama.  Saat sedang menari dengan lincah, tidak sengaja Elita menginjak kaki seorang penonton lain yang ikut menari. Dia sangat terkejut ketika melihat betapa tampannya orang tersebut. Matanya yang berwarna biru terang dan senyum yang menawan membuat hati Elita berdegup kencang. Karena gugup Elita hampir saja terjatuh ketika mengangkat kakinya yang menginjak pria itu, namun pria itu menarik tangan Elita hingga akhirnya Elita kembali menemukan keseimbangan tubuhnya.
Diam-diam pria itu juga tertarik pada Elita yang terlihat begitu cantik dengan rambut coklat panjang yang terurai dan gaun biru yang dikenakannya. Pria itu menarik tangan Elita dan membawanya keluar dari rombongan karnaval.
“Tadi itu benar-benar menyenangkan” Elita terlihat masih sangat antusias.
“Iya, benar. Sepertinya aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apa kau bukan penduduk sini?” tanya pria itu. Pertanyaan itu membuat Elita mundur beberapa langkah. Pria tersebut menyadari perubahan pada wajah Elita.
“Oh, maaf. Namaku Briand.” Briand menjulurkan tangannya pada Elita. Elita terlihat sedikit ragu. Namun akhirnya dia membalas uluran tangan Briand.
“Namaku Elita.” Elita tersenyum manis, membuat jantung Briand berdegup semakin kencang.
“Jadi, kau tinggal di mana?” Elita terlihat bingung dengan pertanyaan Briand. Setelah beberapa saat berpikir dia menarik tangan Briand ke tempat yang sepi dan menjelaskan semuanya. Diluar dugaan, Briand terlihat acuh tak acuh dengan cerita Elita.
Sejak saat itu, Elita sering bertemu dengan Briand di kota. Lebih dari itu mereka juga memiliki hubungan khusus setelah mengenal selama 5 bulan. Sampai suatu saat Elita tidak datang ke kota. Briand khawatir karena dia tidak bisa menghubungi Elita untuk menanyakan keadaanya. Akhirnya Briand memutuskan untuk mendatangi desa tempat Elita tinggal. Dia ingat Elita pernah memberitahu tempatnya.
Elita mendengar jendela kamarnya diketuk. Dia menuju jendela dan membukanya. Elita bingung melihat seseorang mengunakan mantel bertopi yang biasa digunakan oleh penggali tanah di desanya.
“Siapa?” tanya Elita heran. Orang yang menggunakan mantel tersebut membuka topinya. Ternyata seorang pria.
“Pierre? Ada apa?” Elita mengenali pria tersebut yang ternyata adalah sahabatnya.
“Kau harus ikut aku sekarang.” Pierre menarik tangan Elita sambil memastikan tidak ada yang melihat mereka.
Elita dan Pierre sampai di sebuah gang yang sepi dan gelap. Gang itu adalah jalan menuju tempat pembuangan sampah di desa mereka.
“Sebenarnya ada apa? Mengapa kau mengajakku kemari?” tiba-tiba seseorang datang menghampiri mereka dan betapa terkejutnya Elita ketika menyadari itu adalah Briand.
“Bagaimana kau bisa ke sini?” Elita memandang Briand dan Pierre secara bergantian.
“Aku melihatnya di jalan dan langsung mengenalinya dari foto yang pernah kau tunjukkan padaku.” Elita memang pernah menceritakan tentang Briand kepada Pierre.
“Astaga! Tapi bagaimana kalau ada yang mengetahui hal ini?” Elita cemas dengan tindakan nekat Briand. Akhirnya Elita memutuskan untuk membawa Briand ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, ibu Elita sangat terkejut melihat Briand. Ibunya sudah mengetahui tentang Briand. Bahkan karena larangan ibunyalah Elita tidak pergi ke kota. Setelah Elita menjelaskan semua pada ibunya, ibunya langsung menyuruh Briand untuk pulang dengan sopan.
“Tapi bu,” Elita memohon pada ibunya.
“Kalau kau memang mencintainya, kau tidak seharusnya membiarkan dia di sini.”
Dengan berat hati Elita memutuskan untuk mengantar Briand keluar desa. Namun tentu saja hal itu ditentang keras oleh ibunya. Akhirnya Pierre memutuskan untuk menemani Briand dan menyuruh Elita untuk tetap di rumah. Dia berjanji akan membantu Briand keluar dengan selamat.
Sore hari Elita masih duduk di halaman rumahnya menunggu Pierre yang sudah 3 jam belum kembali. Tiba-tiba dia melihat orang-orang berlarian di depan rumahnya. Elita yang mendengar percakapan diantara mereka terkejut karena ternyata mereka mendapat kabar bahwa ada orang kota yang masuk ke desa mereka, dan dia dibantu oleh salah seorang penduduk desa. Namun hanya satu orang yang berhasil tertangkap, dan orang tersebut akan dihukum cambuk di pusat desa.
Mendengar itu Elita jatuh bersimpuh. Kemudian dia sadar dan segara bangkit untuk menuju pusat desa. Namun tangannya ditahan oleh ibunya.
“Ibu sudah pernah memperingatkanmu sebelumnya, hubungan kalian hanya akan membuat kalian celaka.”
“Tapi bagaimana kalau yang tertangkap itu adalah Briand?” sekarang air mata benar-benar telah membasahi pipinya.
Setelah berhari-hari Elita masih belum mengetahui dengan pasti siapa yang tertangkap. Yang dia tahu bahwa orang yang tertangkap telah di hukum cambuk sampai meninggal. Elita memutuskan untuk pergi ke kota dan mencari Briand. Namun ketika Elita ke rumahnya, Briand sudah tidak tinggal di sana. Elita tidak mau kembali ke desa sebelum dia menemukan Briand. Hingga pada suatu hari Elita terkejut sampai-sampai menjatuhkan roti yang baru digigitnya karena melihat seseorang di pasar.
“IBU!” teriak Elita. Ibunya menoleh dan berlari menghampiri Elita. Kedunya berpelukan sambil menangis haru.
“Tapi ibu kenapa ke sini?”
“Ibu sangat mengkhawatirkanmu.”
“Aku baik-baik saja bu. Tapi aku masih belum bertemu Briand.” Elita memeluk ibunya sambil menangis.
2 tahun berlalu Elita dan ibunya menjalani kehidupan di kota. Elita bekerja sebagai pelayan toko kue. Selama di kota dia selalu mendatangi acara sirkus karnaval itu. Dia berharap bisa bertemu kembali dengan Briand. Hingga akhirnya dia melihat Briand. Elita langsung mendekatinya, namun langkahnya terhenti ketika melihat seorang anak kecil dan seorang wanita menghampiri Briand. Mereka memeluk Briand dan mencium pipinya.
Apa dia sudah menikah? Perasaannya bercampur aduk antara sedih dan senang. Karena akhirnya dia tahu kalau Briand selamat.
Beberapa bulan kemudian Elita bertemu dengan Briand di toko kue tempatnya kerja. Briand tampak begitu bahagia melihat Elita. Briand mengajak Elita untuk mengobrol di sebuah cafe. Briand memegang tangan Elita, namun Elita melepaskannya.
“Apa kau tidak merindukanku?” Briand sangat bingung melihat tingkah Elita yang diam saja dan tidak merespon omongannya. Dia juga mencari Elita selama ini. Bahkan dia juga pernah kembali ke Desa Mason.
“Kenapa kau melakukan ini? Apa kau tidak pernah merindukanku?” Briand mulai tidak sabar dengan sikap Elita.
“Kau bercanda? Aku tidak bisa tidur memikirkan keadaanmu. Aku terlantar di kota untuk mencarimu. Aku hampir gila karena takut kaulah yang tidak selamat. Mungkin aku memang benar-benar sudah gila karena aku merasa sangat bahagia saat tahu Pierre lah yang meninggal, bukan kau. Aku sangat menyayangi Pierre seperti kakakku sendiri, tapi aku bahagia saat tahu dia meninggal? Aku memang benar-benar sudah gila.” Elita terisak meluapkan semuanya.
“Aku rasa aku bukan hanya gila, tapi aku juga bodoh karena masih mencintaimu. Bahkan cintaku tidak berkurang setelah 3 tahun. Sedangkan kau bisa menemukan orang lain yang bisa menggantikanku. TAPI KENAPA AKU MASIH TETAP MENCINTAIMU?” emosinya benar-benar meledak sekarang.
“Apa maksudmu? Penggantimu? Siapa?” Briand menatap Elita dengan bingung. Elita juga tidak kalah bingungnya mendengar jawaban Briand.
“Aku melihatmu bersama wanita itu, dan anak kalian, saat sirkus karnaval.” Elita menjelaskan sambil masih terisak.
“Sirkus karnaval?” Briand terdiam. “Oh, itu kakak perempuanku dan anaknya. Dia bukan istriku.” Briand tidak percaya kalau Elita mengira kakaknya itu adalah istrinya.
“Tapi mereka memeluk dan menciummu.” Elita semakin bingung.
“Ya, dikeluargaku memeluk dan mencium saudara itu hal biasa.” Briand menjelaskan dengan geli. Sementara Elita hanya menunduk malu. Briand akhirnya memeluk Elita.
“Sudahlah, tidak usah malu. Kau begitu karena kau sangat mencintaiku.” Briand melepaskan pelukannya dan memegang pipi Elita sambil menatapnya.
            “Kau tidak perlu takut, karena aku telah mencintaimu, aku mencintaimu, dan aku akan selalu mencintaimu.” Briand mencium kening Elita dan memeluknya dengan erat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar